Selasa, 21 Mei 2013

RISET INVESTIGASI


Pentingnya Riset

“akar dari setiap investigasi ialah informasi “. dan pekerjaan setiap wartawan investigatif ialah mendapatkan informasi, mengevaluasi dan menganalisisnya dan mengkomunikasikannya dengan cara memberitahukan dan membangkitkannya kepada banyak orang. “maka itulah muncul persoalan pencarian ketepatan jenis informasi dari sejumlah sumber dan media seperti bentukan Itraditional print, broadcasting, intrenet dan pelayanan data elektronis.
Para wartawan mengambil informasi dari berbagai sumber untuk sebuah interpretasi kejadian. Upaya mempresentasikan ke dalam konteks yang telah mendapat legitimasi dan kredibilitas untuk menginterpretasikannya, memarginalisasikannya sebuah kontruksi. Dengan kata lain, pekerjaan jurnalis ialah menyeleksi informasi ke dalam Iangel yang diinginkannya ke berbagai bentuk.
Peran wartawan ialah untuk menginterpretasi informasi dan menyajikannya ke dalam bentuk kepastian pemahaman. Karena itu wartawan tidak pernah bekerja di dalam kevakuman penyimpangan atau di luar kehidupan masyarakat tempat ia tinggal.  Karena situasi sosial kemasyarakatan, tiap kerja wartawan di beri upah oleh organisasi media yang besar, atau oleh media independen yang kecil, atau honor dari ke dua jenis media itu untuk produk kerja seorang wartawan freelance. Kerja segala wartawan itu di bawah kepastian. Hal ini juga menyangkut aturan deadlineuntuk pengejaran terhadap fakta fakta. Serta kegiatan seperti melakukan riset yang mendalam atau analisis dan konvensi penyeleksian, penelitian, penginterpretasian, dan pemaparan fakta fakta.
Dalam mencapai kepastian yang lebih valid jurnalisme telah memakai acuan penelitian sosialogi dan psikologi di dalam literatur semacam hendbook of reporting methods. Maka itulah proses kerja investigative reporting dipakai beberapa langkah dan penekanan yang membedakannya dengan peliputan reguler. Melakukan riset secara seksama adalah penting karena:

·         Memperkenalkan reporter ke dalam bahasa topik yang kompleks. Hal ini berarti mengharuskan reporter untuk mempersiapkan diri dengan meminta nasehat kepada para ahli.
·         Memperkenalkan reporter pada orang orang yang telah menjadi sumber berita, mengenai kisah yang sama pada masa lalu.
·         Membantu reporter untuk menyusun daftar pertanyaan. Para reporter menjadi mengenali berbagai subjek yang hendak di investigasi. Dengan memahaminya mereka tidak akan sulit untuk mempersiapkan.
·         Mendapatkan berbagai bahan artikel lain yang memiliki kesamaan topik. Hal ini terkait dengan pemantauan terhadap berbagai ulasan media sebelumnya. Tentang topik yang telah diinvestigasi kerap berbagai bahasan media yang telah mengulas soal yang sama masih memiliki kelemahan, tidak sempat terliput.
Precision journalism
Gambaran kerja ilmuan yang dipakai jurnalisme itu memiliki dimensi historis dan aplikatif. Keduanya dapat ditelusuri melalui langkah langkah survey di dalam terminologi jurnalisme presisi. Proses kerja jurnalisme presisi banyak dipakai dalam kegiatan riset jurnalisme, dari pertimbangan apa saja yang mesti diperhatikan dalam mengerjakan sebuah survei  bagaimanaa memformulasi pertanyaan yang harus disusun sampai bagaimanakah mendekati publik bila hendak diposisikan sebagai sampel.
Waktu kerja jurnalisme yang pendek mengharuskan hasil liputan yang secepatnya ditulis. Kemampuan jurnalis yang bukan peneliti an sich menjadikan kerja penelitian mereka tidak sekonsisten peneliti universitas. Dalam beberapa kerja liputan. Penelitian jurnalis precision kerap dilaksanakan dengan hanya mengambil beberapa langkah teknik penelitian tidak selengkap peneliti akademis diharuskan konsistensi dengan langkah kerja metodologi penelitian yang dipilih. Namun dengan tetap memakai patokan nilai prinsip keilmuan para jurnalis presisi mencoba menghindari bias hasil kerja liputan yang terlalu tinggi. Pada ahirnya kemampuan jurnalis meneliti data fakta yang terkumpul serta menganalis dan menginterpretasikannya ditambah menyampaikannya ke dalam wacana pesan jurnalistik, adalah nilai sesungguhnya dari kerja jurnalisme presisi.
Metodologi yang dipakai, diantaranya mencakup penelitian survei, sampel acak, teknik mewawancarai sesuatu yang sensitif dan eksperimen lapangan. Tiap liputan kita harus memakai semua teknik tersebut karena tiap liputan membutuhkan metode metode yang berbeda untuk mencapai keakurasian dan reabilitas sampel opini publik, misalnya:
-metode kuantitatif, seperti perhitungan statistik mengukur opini khalayak melalui sebuah poling  cendrung dipergunakan.
-berbagai dimensi peristiwa kemanusiaanpun menjadi terkalkulasi ke dalam hitungan kuantitatif.
- konsistensi pemakaian teknik riset ilmu sosial ini mengakibat jurnalisme menjadi memiliki rerealibilitas dan validitas. Bila merujuk ke penelitian akademis secara sederhana bisa dianalogikan kegiatan jurnalisme presisi melaksanakan tahapan kerja.
Tahap pertama : melakukan riset. Seperti mendefinisikan isu, pencarian acuan literatur teori, pennggerakan rangcangan liputan, penelusuran,pengolahan dan pembahaasan.
Tahap kedua : tshapan kerja penulisan dari berbagai informasi hasil liputan sebelumnya di format ke dalam wacana pelaporan. Pelaporan jurmnalistik merupakan kerja penyampaian pesanyang memakai kaidah penulisan berita.menekankan pelaporan yang mengandung nilai kelengkapan pemberian atribut narasumber keseimbangan melaporkan pihak yang berkonflik, keobjektifan fakta-berita, dan kejelasan, keringkasan dan kesederhanaan penyajian berita.
Hipotesis Investigasi
Riset dan reportase, yang mendalam dan berjangka waktu panjang adalah sarana untuk membuktikan kebenaran atau kesalahan hipotesis. Hipotesis merupakan kerangka dasar pemikiran yang mencakup inti dasar permasalahan ketika hendak diperspektif.
Hipotesis menyatakan asumsi yang menuju rangkaian pembuktian dari permasalahan yang hendak dicari, ditemukan, dan dipastikan jawabannya. Karena itu, hipoyesis bisa dideskripsikan ke dalam pertanyaan pertanyaan mendasar. Hipotesis bisa disususn dengan beberapa pertanyaan dasar.
Awalnya, Survei
Jurnalisme infestigativ, memiliki keterkaitan dengan pelaporan indepth reporting. Pada sisi pengerjaannya, infestigative reporting memiliki kesamaan dalam penelusuran penyelidikannya. Peliputannya antara lain memakai pelaksanaan riset sebagai sarana penting di dalam mrnggarap asumsi hipotetif yang akan diangkat menjadi isu publik. Dengan kata lain, kerja penyelidikan wartawan infestigativ akan memakai pendekatan keilmuan dalam prakteknya.
Membangun pertanyaan
Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan sebuah focal question, atau purpose statment. Melaluipertanyaan secara langsung menyentuh isu primer untuk dieksplorasi.
Menguji pertanyaan
Walter mengajukan beberapa pertanyaan kepada editor untuk dikoreksi dan memberikan saran saran dan kritik terhadap pertanyaan yang dibuat. Setelah mendapatkan reaksi mereka ia menguji pertanyaan pada beberapa pekerja noneditorialdan editorial korannya. Beberapa diantara mereka kesulitan memahami perkataan dalam pertanyaan sehingga Walter mengubahnya dengan pertanyaan yang menggunakan kata kata yang lebih jelas hal ini bisa dilakuakan untuk mengurangi kekeliruan pengertian dan memahami pertanyaan.
Mengidentifikasi Sampel = Responden
Jurnalisme mendapatkan penjelajahan dalam memastiakan langkah langkah yang mesti diambil guna mencapai ketetapan dan akurasi fakta. Peliputan tidak lagi berada diarea pekerjaan yang menuruti arah sumber menjelaskan segala yang diketahuinya. Reportase berkecimpung mengatasi kesulitan yang dihadapi reporter tatkala menghadapi ketiadaan petunjuk di mana saja harus ditemukan narasumber yang cukup bnayak jumlahnya lalu ketika ditemukan narasumber yang engan dimintai keterangan. Dan berbagai hambatan lainnya yang dapat mengganggu tolok ukur validitas pemberitaan. Dalam kaitannya pekerjaan pelaporan investigativbisa dinilai sebagai penyampuran kegiatan riset, pengamatan, wawancara,penulisan, dan penulisan ulang.
Sumber informasi
Pada perspektif umum, sumber berita konvensional dapat menjadi agenda setting pemberitaan yang dapat dijadikan bahan bagi peliputan infestigativ, dengan kewaspadaan bahwa dari pencarian berita melalui sistem beat yang telah terbina memunculkan wacana status quo tidak terjebak dengan stereotipe.
Sumber primer dan skunder
Sumber sumber pemberitaan pers menurut Mencer, bisa dibagi kedalam dua tipe yakni :sumber yang bersift fisik dan sumber yang bersifat human. Bila diklasifikasikan berbagai sumber informasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: riset sumber informasi primer dan riset informasi skunder.
Riset dari sumber primer
Riset ini berhubungan dengan kegiatan penggalian fakta dan pemeriksaan akurasi. Kegiatan riset ini mencakup ke dalam upaya yang berasa dari berbagai pengaaman dan obserfasi pribadi serta berbagai data dan keterangan yang di dapat dari para tenaga sukarela.



Kamis, 02 Mei 2013

WAWANCARA INVESTIGASI


Wawancara investigasi

Beberapa segi

Tanya jawab dalam wawancara yang umum dilakukan biasanya tertuju kepada jawaban jawaban yang bersifat langsung memuat  apa yang ditanyakan, dan terkait dengan motivasi memuasakan kebutuhan khalayak umum. Jurnalis pertama yang melakukan wawancara dengan menggunakan pertanyaan langsung (dirrect  queations) dan di tulis melalui bentuk pertanyaan dan jawaban.
Sejak itu para wartawan mewawancara berbagai orang untuk berbagai jawaban dan reaksi tipikal daripermasalahan atau peristiwa penting dan mengundang perdebatan. Wawancara dilakukan kepada para selebritis atau karakter unsuar yang memiliki kisah kisah entertaiment atau nilai nilai inspiratif, atau mewawancara para ahli yang mempunyai informasi atau gagasan gagasan yang penting kepada masyarakat .
Bagi dunia jurnalisme investigatif, setiap melakukan wawancara, wartawan unfestigatif memerlukan pendekatan dan penanganan yang berbeda di setiap kasusnya. Setiap individu, yang diwawancara, memiliki segi segi personal, kepribadian, dan kejiwaan yang khas manusiawi. Namun demikian, setiap pelaporan wawancara mesti mempresentasikan impresi impresi dari apa yang dikemukakan narasumber,segala perkataan yang dinyatakannya, dan segala pengertian yang dijelaskannya.
Dalam banyak hal,investigativ reporting harus menekankan keberadaan narasumber yang hendak di wawancara sebagai sumber sumber informasi yang sama pentingnya pada personalitasnya.wartawan investigativ  mesti memberi perhatian yang sama kepada setiap narasumber.

Aturan umum wawancara:
Kolumnis AS, Art buchwaeld mengaku tak pernah suka di wawacara. Proses wawancara baginya, menjadi moment depresi karena tuntutan untuk memikirkan hal hal uang tak pernah terfikirkan sebelumnya. Ia dipaksa untuk menjawab hal hal yang tidak di persiapkan sebelumnya.
Maka itulah bagi kalangan wartawan, kegiatan wawancara memerlukan upaya khusus terhadap kondis psikis narasumber yang hendak dimintai keterangan. Mereka harus membangun suasana wawancara yang menyenangkan kepada orang yang diwawancara.untuk itu, pendekatan kepada narasumber yang akan diwawancara menjadi sesuatu yang mesti diperhatikan secara cermat. Gaya (style) mewawancara merupakan alat yang mesti di ukur.dalam ukuran yang ekstrim,gaya wartawati Oriana Falacci misalnya, bisa di simak.
Namun, gara Oriana falacci tentu saja meruoakan suatu contoh. Conth lain, dengan gaya lain punya banyak contoh. Berbagai gaya dapat menjadi sandaran reeferensi. Di balik semua panduan wawancara, yang hendak harus diperhatikan adalah, tak setiap gaya pendekatan akan sama  yang hendak diperhatikan ialah,tidak setiap gaya pendekatan akan sama berhasilnya kepada tiap orang yang akan diwawancara. 
Pada proses wawancara, dalam kaitan keabsahan materi yang hendak dilaporkan, jurnalisme mengenali ketentuan ketentuan yang harus dipatuhi. Kode etik media massa, diantaranya, memberikan beberapa jenis pengakuan yang mesti diperhatikan wartawan.beberapa jenis keterangan narasumber yang mesti disepakati, sebelum bahan wawancra ditulis atau disiarkan. yakni:
-On The Record
  -On  Background
- on deep Background
-Of The Record
Dari beberapa jenis keterangan ini, wartawan investigativ mesti bergerak mendapat informasi  yang hendak dijadikan kerang ka penyelidikannya. Jenis kesepakatanyang dipilih sangat menentukan kekuatan fakta yang hendak dilaporkan. Maka itulah kelihaian wartawan infestigativ amat penting dimiliki dalam menghadapi narasumber.
Melakukan wawancara (investigativ)
Topik “melakukan wawancara” ini di kutip dari sub bahasan sterntz, yang membahas berbagai dimensi wawancara di banyak cakupannya. Ada dua hal pokok yang perlu diperhatikan wartawan dalam melaksanakan kegiatan wawancara. Pertama, adalah upaya mempersiapkan wawancara, dan mengajukan pertanyaan yang bagus. Hal ini terkait dengan hasil yang akan di dapat: informasi reporter yang tidak siap dan mengajukan pertanyaan pertanyaan yang buruk cendrung akan memperoleh hasil yang tidak berguna. Kedua,adalah upaya untuk mempersiapkan wawancara dengan pengumpulan informasi yang terkait. proses pencarian wartawan sangat berpengaruh dalam proses wawancara yang akan dilakukan. Yakni, dalam mementukan hal apa saja yang perlu ditanyakan kepada sumber berita.
Untuk itu proses yang mesti di tempuh wartawan biasanya berada dalam rangkaian teknis :
1.       Tersenyum dengan sopan
2.       Memperkenalkan diri
3.       Menunjukkan munat terhadap orang/ subjek.
4.       Meyakinkan bahwa narasumber merasakan enak.
5.       Mempersiapkan diri untuk mencatat tanpa mengganggu wawancara.
6.       Mengajukan pertanyaan:”apakah anak yang bermain dijalanan itu anak anda?”
Dalam berlangsungnya wawancara hendaknya di hindari pertanyaan yang menggunakan kata perasaan. Hal ini dapat di contohkan melalui pertanyaan wartawan kepada seseorang yang baru saja menghadapi kematian orang yang dicintainya.
Dalam proses wawancara, wartawan mesti dapat memahami apa yang dikatakan sumber berita. Iapun bisa mengaitkannya dengan konteks tertentu seperti dengan berbagai hal yang telah dikatakan sumber berita yang sebelumnnya atau berbagai data yang telah diketahui  reporter sebelumnya.   Pada saat tanya jawab berlanngsung wartawan mesti selalu menyiapkan diri untuk mengetahui pertanyaan secar logis akan dikatakan sumber berita. Dimoment wawancara  pula wartawan sudah mengantungi perkiraan akan nilai berita yang akan dibuat dari berbagai bahan yang telah diberikan oleh sumber berita untuk mengarahkan muatan wawancara  dari kondisi tanyna jawab yang telah menyimpang wartawan mesti berusaha menentukan konsistensi yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang sama dalam cara yang berbeda, semua cara mesti diefektifkanagar didapat hasil yang maksimum dari yanya jawab yang telah di lakukan.
Kualitas pertanyaan akan menentukan seberapa bagus berita dapat dibuat, karena acuan pertanyaan yang dilontarkan wartawan itu bisa berarti resiko, ancaman dan tekanan.  Ketika pertannyaan dilontarkansaat pertanyaan dilontarkan. Semua penngetahuan itu sangat berguna bagi proses invstigativ. Sebab dalam fase tertentu wawancara investigasi bisa juga terjadi dalam sebuah proses yang unik. Berbagai pertanyaan yang di ajukan wartawan investigativ benjadi yang berbeda dari yang biasa.
Melalui sebuah pertanyaan yang salah di dalam sebuah wawancara investigativ. Pengaruh suasana wawancara dengan acuan yang terus menghimpitnya membuat pegawai pemerintahan daerah itu terlonjak,terpancing. Dan menegaskan bahwa proses jual beli tanah yang di jalaninya tidak melibatka korporasi, akan tetapi perusahaan.
Dalam jenis yang lebih lagi,wartawan investigasi kerap menggunakan acuan pertanyaan yang langsung meminta klarifikasi dari kasus yang tengah diselidikinya. Pertanyaan di mulai dengan acuan keterangan yang umum telah diketahui. Pada jenis yang jauh lagi ketajamannya investigativ menggunakan teknik manipulasi sikap, seolah olah mengetahui fakta yang telah terjadi. Targetnya ialah memberi tampilan sosok yang begitu meykinkan kepada subjek investigasi bahwa pertanyaan tersebut diajukan melalui gaya reporter yang telh mendapatkan keterangan keterangan penting sehingga subjek berita , dalam keadaan ingin menolk keterlibatannya,biasanya akan menjelaskan berbagai hl sebenarnya umumnya telah terjadi.

Jenis wawancara Investigasi

Suatu liputan investigativ umumnya merupakan hasil wawancara dengan yang tidak sekedar mewawancara satu atau dua sumber seperti riset dan penulisan. Proses wawancara investigatif membutuhkan kerja yang ekstensif.
Keseriusan mereka tidak main main .mereka mengerjakan lebuh dari 125 wawancara untuk kisa Rumah Sakit pemerintah.prosesnya muncul dari keaktifan wawancara, untuk menanyakan, adakah orang lain yang bersedia berbicara mengenai hal yang sama bila di datangi. Sepanjang proses wawancara para reporter terus mendengarkan kisah kisah berisi tuduhan terhadap seorang petugas di departemen pemerintahan yang mengawasi rumah sakit pemerintah.
Pelaporan reportase investigativ semacam ini tidak membedakan media cetak dan elektronik “highlights” dari kisah tersebut sama saja,”kata Dravesky”. Satu satunya perbedaan adalah gaya penulisannya jurnalis media cetak, dapat melaporkan apa yang telah diktakan seorang di radio,seorang reporter membiarkan orang yang diwawancara betul betul mengatakannya sendiri, dia alat perekam.namun, yang terlebih penting,adalah keleluasaan mengerjakan liputan investigasi dari kebijakan redaksi masing maasing.
Dari tuturan pennglamaan mereka  dapat tipikal praktek wawancara yang biasa dikerjakan oleh para wartawan cara pengumpulan informasi di racik melalui wawancara ini, dapat di telusuri. Secara umum di dalam kegiatan seperti ini.

Wawancara Telepon

Telepon merupakan sarana yang cepat dan murah untuk mendpatkan bahan berita yang bersifat rutin, seperti ketika menghubungi kepolisian dan dinas pemadaman kebakaran atau menayakan kapan rapat dewan kota akan dilakukan.
Ada beberapa keuntungan yang bisa diraih diwawancarai lewat telepon. Hubungan telepon dinilai dapat memangkas waktu dari pada pertemuan tatap muka. Tapi di sisi lain, bunyi nada sibuk dari pesawat narasumber menghalangi kecepatan waktu yang hendak ditempuh pembuatan berita.

Wawancara Langsung

Melalui pertemuan langsung wartawan dapat lebih banyak memiliki waktu dan berkemungkinann mendapatkan ranah ranah baru pemberitaan. Walaupun, untuk ini,diutuhkan biaya dan waktu yang dikorbankan lebih banyak di abnding telepon. Tampilan prilaku sikap,perporma fisik wartawan juga dapat mengganngu sumber berita untuk mau mengeluarkan segala keterangan yang dimilikinya.

Konferensi Pers

Komperensi Pers sering diartikan sebagai suatu peristiwa yang direncanakan oleh para pejabat dan pengusaha untuk kepentingan dan keuntungan sendiri. Suasan konperensi pers membuat wartawan sulit, mendapatka, atau mengejar, informasi yang berharga. Sumber berita dapat memutuskn kepada siapa yng diberi kesempatan bertanya, menentukan panjang jawaban, menghindari pertanyaan lanjutan dan melakukan pengulangan pertanyaan serta menentukan waktu,tempat dan lama wawancara. Wartawan sulit mengajukan penentangan meminta penjelasan lebih lanjut, atau menempatkan bahan berita ke dalam konteks tertentu.

Interviews from the outside in

Ilustrasi kerja wawancara zdravesky dkk. Ketika meliput kisah penjara pemerintah dan rumah sakit jiwa merupakan tipikalnya proses wawancara yang dilakukan oleh banyak reporter investigativ. Liputan wawancara mereka biasa disebut dengan interview from outside in, yang menunjukan sebuah lingkaran dari area narasumber yang akan di investigasi, yang melibatkan kesekuruhan sunjek subjek wawancara adari yang paling tidak penting sampai pada pemain yang penting.

Smoking Gun Interview

Ada pandangan bahwa jenis wawancara yang kontrontatif ini hanya pantas dilakukan di depan Tv. Wawancara kontrontatif akan repot bila dilakukan untuk kepentingan halaman koran atau majalah. Wartawan investigatif dari kalangan media cetak dapat mendtangkan subjek wawancara dengan langsung menuding lawannya sebagai penjahat, seperti gaya jaksa penuntut du ruang pengadilan ketika mengintrogasi terduga. Dengan kata lain, hanya bisa dipergunakan dalam beberapa kasus. Tidak dapat digunakan dalam prosedur standar wawancara.

Double Cheks and Triple Cheks

Reporter yang menggarap kisah kisah investigativ tidak mengalami tekanan deadline waktu seperti reporter yang melipit breaking news atau berita yang berkenbang dengan cepat. Para reporter investigativ memiliki waktu yang lebih panjang. Untuk itu, para wartawan investigatif diharuskan melakukan  upaya double cheks dan triple cheks pada segala sesuatu yang dikatakan oleh sumber sumber mereka.

Rabu, 01 Mei 2013

pendekatan interaksiolisme simbolik


Pendekatan Interaksionisme Simbolis
Inti pandangan pendekatan ini adalah individu. Para ahli di belakang perspektif ini mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka melihat bahwa individu adalah obyek yang bisa secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lain.
Dalam perspektif ini dikenal nama sosiolog George Herbert Mead (1863–1931), Charles Horton Cooley (1846–1929), yang memusatkan perhatiannya pada interaksi antara individu dan kelompok. Mereka menemukan bahwa individu-individu tersebut berinteraksi dengan menggunakan simbol-simbol, yang di dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan kata-kata. Sosiolog interaksionisme simbolik kontemporer lainnya adalah Herbert Blumer (1962) dan Erving Goffman (1959). Seperti yang dikatakan Francis Abraham dalam Modern Sociological Theory (1982), bahwa interaksionisme simbolik pada hakikatnya merupakan sebuah perspektif yang bersifat sosial- psikologis yang terutama relevan untuk penyelidikan sosiologis. Teori ini akan berurusan dengan struktur- struktur sosial, bentuk-bentuk kongkret dari perilaku individual atau sifat-sifat batin yang bersifat dugaan, interaksionisme simbolik memfokuskan diri pada hakekat interaksi, pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial dan hubungan sosial. Interaksi sendiri dianggap sebagai unit analisis: sementara sikap-sikap diletakkan menjadi latar belakang.
Baik manusia dan struktur sosial dikonseptualisasikan secara lebih kompleks, lebih tak terduga, dan aktif jika dibandingkan dengan perspektif-perspektif sosiologis yang konvensional.Di sisi ini masyarakat tersusun dari individu-individu yang berinteraksi yang tidak hanya bereaksi, namun juga menangkap, menginterpretasi, bertindak, dan mencipta. Individu bukanlah sekelompok sifat, namun merupakan seorang aktor yang dinamis dan berubah, yang selalu berada dalam proses menjadi dan tak pernah selesai terbentuk sepenuhnya. Masyarakat bukanlah sesuatu yang statis “di luar sana” yang selalu mempengaruhi dan membentuk diri kita, namun pada hakekatnya merupakan sebuah proses interaksi. Individu bukan hanya memiliki pikiran (mind), namun juga diri (self) yang bukan sebuah entitas psikologis, namun sebuah aspek dari proses sosial yang muncul dalam proses pengalaman dan aktivitas sosial. Selain itu, keseluruhan proses interaksi tersebut bersifat simbolik, di mana makna-makna dibentuk oleh akal budi manusia.
Makna-makna itu kita bagi bersama yang lain, definisi kita mengenai dunia sosial dan persepsi kita mengenai, dan respon kita terhadap, realitas muncul dalam proses interaksi. Herbert Blumer, sebagaimana dikutip oleh Abraham (1982) salah satu arsitek utama dari interaksionisme simbolik menyatakan: Istilah ‘interaksi simbolik’ tentu saja menunjuk pada sifat khusus dan khas dari interaksi yang berlangsung antar manusia. Kekhususan itu terutama dalam fakta bahwa manusia menginterpretasikan atau ‘mendefinsikan’tindakan satu sama lain dan tidak semata-mata bereaksi atas tindakan satu sama lain. Jadi, interaksi manusia dimediasi oleh penggunaan simbol-simbol, oleh interpretasi, atau oleh penetapan makna dari tindakan orang lain. Mediasi ini ekuivalen dengan pelibatan proses interpretasi antara stimulus dan respon dalam kasus perilaku manusia.Pendekatan interaksionisme simbolik memberikan banyak penekanan pada individu yang aktif dan kreatif ketimbang pendekatan-pendekatan teoritis lainnya. Pendekatan interaksionisme simbolik berkembang dari sebuah perhatian ke arah dengan bahasa; namun Mead mengembangkan hal itu dalam arah yang berbeda dan cukup unik. Pendekatan interaksionisme simbolik menganggap bahwa segala sesuatu tersebut adalah virtual.
Semua interaksi antarindividu manusia melibatkan suatu pertukaran simbol. Ketika kita berinteraksi dengan yang lainnya, kita secara konstan mencari “petunjuk” mengenai tipe perilaku apakah yang cocok dalam konteks itu dan mengenai bagaimana menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain. Interaksionisme simbolik mengarahkan perhatian kita pada interaksi antarindividu, dan bagaimana hal ini bisa dipergunakan untuk mengerti apa yang orang lain katakan dan lakukan kepada kita sebaga individu. Gagasan Teori Interaksionisme Simbolik Istilah paham interaksi menjadi sebuah label untuk sebuah pendekatan yang relatif khusus pada ilmu dari kehidupan kelompok manusia dan tingkah laku manusia. Banyak ilmuwan yang telah menggunakan pendekatan tersebut dan memberikan kontribusi intelektualnya, di antaranya George Herbert Mead, John Dewey, W.I Thomas, Robert E.Park, William James, Charles Horton Cooley, Florian Znaniceki, James Mark Baldwin, Robert Redfield dan Louis Wirth. Teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the self) dan dunia luarnya. Di sini Cooley menyebutnya sebagai looking glass self.
Dengan mengetahui interaksionisme simbolik sebagai teori maka kita akan bisa memahami fenomena sosial lebih luas melalui pencermatan individu. Ada tiga premis utama dalam teori interaksionisme simbolis ini, yakni manusia bertindak berdasarkan makna-makna; makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain; makna tersebut berkembang dan disempurnakan saat interaksi tersebut berlangsung.Menurut KJ Veeger yang mengutip pendapat Herbert Blumer, teori interaksionisme simbolik memiliki beberapa gagasan. Di antaranya adalah mengenai Konsep Diri.
Di sini dikatakan bahwa manusia bukanlah satu-satunya yang bergerak di bawah pengaruh perangsang entah dari luar atau dalam melainkan dari organisme yang sadar akan dirinya (an organism having self). Kemudian gagasan Konsep Perbuatan dimana perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan dirinya sendiri. Dan perbuatan ini sama sekali berlainan dengan perbuatan-perbuatan lain yang bukan makhluk manusia. Kemudian Konsep Obyek di mana manusia diniscayakan hidup di tengah-tengah obyek yang ada,yakni manusia-manusia lainnya.
Selanjutnya Konsep Interaksi Sosial di mana di sini proses pengambilan peran sangatlah penting. Yang terakhir adalah Konsep Joint Action di mana di sini aksi kolektif yang lahir atas perbuatan-perbuatan masing-masing individu yang disesuaikan satu sama lain.Menurut Soeprapto (2001), hanya sedikit ahli yang menilai bahwa ada yang salah dalam dasar pemikiran yang pertama. “Arti” (mean) dianggap sudah semestinya begitu, sehingga tersisih dan dianggap tidak penting. “Arti” dianggap sebagai sebuah interaksi netral antara faktor-faktor yang bertanggungjawab pada tingkah laku manusia, sedangkan ‘tingkah laku’ adalah hasil dari beberapa faktor. Kita bisa melihatnya dalam ilmu psikologi sosial saat ini. Posisi teori interaksionisme simbolis adalah sebaliknya, bahwa arti yang dimiliki benda-benda untuk manusia adalah berpusat dalam kebenaran manusia itu sendiri.
Dari sini kita bisa membedakan teori interaksionisme simbolis dengan teori-teori lainnya, yakni secara jelas melihat arti dasar pemikiran kedua yang mengacu pada sumber dari arti tersebut.Teori interaksionisme simbolis memandang bahwa “arti” muncul dari proses interaksi sosial yang telah dilakukan. Arti dari sebuah benda untuk seseorang tumbuh dari cara-cara di mana orang lain bersikap terhadap orang tersebut. Sehingga interaksi simbolis memandang “arti”sebagai produk sosial; Sebagai kreasi-kreasi yang terbentuk melalui aktifitas yang terdefinisi dari individu saat mereka berinteraksi.
Pandangan ini meletakkan teori interaksionisme simbolis pada posisi yang sangat jelas, dengan implikasi yang cukup dalam. Tokoh-tokoh Teori Interaksionisme Simbolik. Mengikuti penjelasan Abraham (1982), Charles Horton Cooley adalah tokoh yang amat penting dalam teori ini. Pemikiran sosial Cooley terdiri atas dua asumsi yang mendalam dan abadi mengenai hakikat dari kehidupan sosial, yaitu bahwa kehidupan sosial secara fundamental merupakan sebuah evolusi organik, dan bahwa masyarakat itu secara ideal bersifat demokratis, moral, dan progresif. Konsep evolusi organik-nya Cooley berbeda secara hakiki dari konsepnya Spencer dan para ilmuwan sosial abad kesembilanbelas.
Sementara para pemikir yang lebih awal memusatkan diri pada aspek-aspek kolektif yang berskala-besar dari pembangunan, dari perjuangankelas, dari lembaga sosial dan sebagainya, di sini Cooley berusaha mendapatkan sebuah pemehaman yang lebih mendalam mengenai individu namun bukan sebagai entitas yang terpisah dari masyarakat, namun sebagai sebuah bagian psiko-sosial dan historis dari bahan-bahan penyusun masyarakat.“Kehidupan kita adalah satu satu kehidupan manusia secara keseluruhan,” kata Cooley, “dan jika kita ingin memiliki pengetahuan yang riil atas diri individu, maka kita harus memandang individu secara demikian. Jika kita melihatnya secara terpisah, maka proses pengetahuan kita atas diri individu akan gagal.” Jadi, evolusi organik adalah interplay yang kreatif baik individu maupun masyarakat sebagai dua wujud dari satu fenomena yang sama, yang saling menegaskan dan beriringan meski tetap masih bisa dibedakan. ”Masyarakat adalah sebuah proses saling berjalinnya dan saling bekerjanya diri-diri yang bersifat mental (mental selves). Saya membayangkan apa yang Anda pikirkan, terutama mengenai apa yang Anda pikirkan tentang apa yang saya pikirkan, terutama mengenai apa yang saya pikirkan tentang apa yang Anda pikirkan.”
Jadi, menurut Cooley, tugas fundamental dari sosiologi ialah untuk memahami sifat organis dari masyarakat sebagaimana dia berlangsung melalui persepsi-persepsi individual dari orang lain dan dari diri mereka sendiri. Jika sosiologi hendak memahami masyarakat, dia harus mengkonsentrasikan perhatiannya pada aktivitas-aktivitas mental dari individu-individu yang menyusun masyarakat tersebut. “Imajinasi yang saling dimiliki oleh orang-orang merupakan fakta-fakta yang solid dari masyarakat… Masyarakat adalah sebuah relasi di antara ide-ide yang bersifat personal.”Dalam konsep The Looking-Glass Self (Diri Yang Seperti Cermin Pantul), menurut Cooley, institusi-institusi sosial yang utama ialah bahasa, keluarga, industri, pendidikan,agama, dan hukum. Sementara institusi-institusi tersebut membentuk ‘fakta-fakta dari masyarakat’ yang bisa dipelajari oleh studi sosiologis, mereka juga merupakan produk-produk yang ditentukan dan dibangun oleh pikiran publik. Menurut Cooley, institusi-institusi tersebut merupakan hasil dari organisasi dan kristalisasi dari pikiran yang membentuk bentuk-bentuk adat-adat kebiasaan, simbol-simbol, kepercayaan-kepercayaan, dan sentimen-sentimen perasaan yang tahan lama.
Oleh karena itu, institusi-institusi tersebut merupakan kreasi-kreasi mental dari individu-individu dan dipelihara melalui kebiasaan-kebiasaan manusiawi dari pikiran yang hampir selalu dilakukan secara tidak sadar karena sifat kedekatannya dengan diri kita (familiarity). Seperti yang ditegaskan oleh Cooley, ketika institusi-institusi masyarakat dipahami terutama sebagai kreasi-kreasi mental, maka individu bukanlah semata-mata ‘efek’ dari struktur sosial, namun juga merupakan seorang kreator dan pemelihara struktur sosial tersebut.
Intinya, Cooley mengkonsentrasikan kemampuan-kemampuan analitiknya terhadap perkembangan dari diktum fundamentalnya, yaitu “Imajinasi-imajinasi yang saling dimiliki oleh orang-orang merupakan fakta-fakta yang solid dari masyarakat.” Dalam bukunya yang pertama, Human Nature and the Social Order, dia terfokus pada teori mengenai diri-yang-bersifat-sosial (social-self), yakni makna “Aku”sebagaimana yang teramati dalam pikiran dan perbincangan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Riyadi Soeprapto.2001. Interaksionisme Simbolik Perspektif Sosiologi Modern. Yogyakarta: Averroes Press dan Pustaka Pelajar.
Horton, Paul B dan Chester L. Hunt. 1984. Sociology. Jakarta: Penerbit Erlangga.
KJ Veeger. 1985. Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu –
Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: Gramedia. Hlm 224 – 226.
Ryadi Soeprapto,. 2000. Interaksionisme Simbolik,Perspektiof Sosiologi Modern. Malang: Averroes Press dan Pustaka Pelajar.










Etika menuntut ilmu



Bottom of Form
Menuntut ilmu adalah satu keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Adab-adab dalam menuntut ilmu yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab-adab tersebut di antaranya adalah :
1. Ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu adalah karena Allah Azza Wa Jalla dan untuk negeri akhirat. Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan gelar agar bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin menjadi orang yang terpandang atau niat yang sejenisnya, maka Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Sallam telah memberi peringatan tentang hal ini dalam sabdanya :
“Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu dengan mengharap wajah Allah, tidaklah ia mempelajarinya melainkan untuk memperoleh harta dunia, dia takkan mendapatkan harumnya bau surga di hari kiamat.” [Dekeluarkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang hasan]
Tetapi kalau ada orang yang mengatakan bahwa saya ingin mendapatkan syahadah (MA atau Doktor, misalnya) bukan karena ingin mendapatkan dunia, tetapi karena sudah menjadi peraturan yang tidak tertulis kalau seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, segala ucapannya menjadi lebih didengarkan orang dalam menyampaikan ilmu atau dalam mengajar. Niat ini - insya Allah - termasuk niat yang benar.
2. Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.
Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita berniat untuk menghilangkan kebodohan dari diri kita, setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita harus mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang lain itu dengan berbagai cara agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu kita.
Apakah disyaratkan untuk memberi manfaat pada orang lain itu kita duduk dimasjid dan mengadakan satu pengajian ataukah kita memberi manfa’at pada orang lain dengan ilmu itu pada setiap saat? Jawaban yang benar adalah yang kedua; karena Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Sampaikanlah dariku walaupun cuma satu ayat (HR: Bukhari)
Imam Ahmad berkata: Ilmu itu tidak ada bandingannya apabila niatnya benar. Para muridnya bertanya: Bagaimanakah yang demikian itu? Beliau menjawab: ia berniat menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.
3. Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari’at.
Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari’at. Karena kedudukan syari’at sama dengan pedang kalau tidak ada seseorang yang menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu harus membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang dari agama (bid’ah), sebagaimana tuntunan yang diajarkan Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Sallam. Hal ini tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orang yang memiliki ilmu yang benar, sesuai petunjuk Al-Qor’an dan As-Sunnah.
4. Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat.
Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu menerima perbedaan itu dengan lapang dada selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan aqidah, karena persoalan aqidah adalah masalah yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan salaf 1). Berbeda dalam masalah ijtihad, perbedaan pendapat telah ada sejak zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Sallam masih hidup. Karena itu jangan sampai kita menghina atau menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat dengan kita.
5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.
Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah seperti orang memiliki senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan (digunakan).
6. Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.
Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama.
7. Mencari kebenaran dan sabar
Termasuk adab yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu adalah mencari kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran dari berita berita yang sampai kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika sampai kepada kita sebuah hadits misalnya, kita harus meneliti lebih dahulu tentang keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah kita temukan bukti bahwa hadits itu adalah shahih, kita berusaha lagi mencari makna (pengertian ) dari hadits tersebut. Dalam mencari kebenaran ini kita harus sabar, jangan tergesa-gasa, jangan cepat merasa bosan atau keluh kesah. Jangan sampai kita mempelajari satu pelajaran setengah-setengah, belajar satu kitab sebentar lalu ganti lagi dengan kitab yang lain. Kalau seperti itu kita tidak akan mendapatkan apa dari yang kita tuntut.
Di samping itu, mencari kebenaran dalam ilmu sangat penting karena sesungguhnya pembawa berita terkadang punya maksud yang tidak benar, atau barangkali dia tidak bermaksud jahat namun dia keliru dalam memahami sebuah dalil.Wallahu ‘Alam.
———-
1) Pendapat ini perlu ditinjau lebih lanjut karena telah ada perbedaan pendapat tentang masalah “Apakah Allah dapat di lihat didunia? ” dan ini adalah masalah Aqidah, dan beberapa perbedaan pendapat lain.
—————————
Dikutip dari ” Kitabul ilmi” Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
(Abu Luthfi) http://van.9f.com/adab_menuntut_ilmu.htm


Etika

TA’LIMUL MUTA’ALLIM (Etika Menuntut Ilmu)

A. Menuntut Ilmu
  1. Pengertian Ilmu
Ilmu secara bahasa mempunyai arti mengetahui. Sedangkan secara istilah adalah pengetahuan tentang suatu hal yang dikaji secara sistematis logis yang dibakukan menjadi pengetahuan tertentu. Suatu missal ilmu agama, ilmu matematika dan sebagainya. Secara bahasa, orang yang berilmu menunjukkan ia banyak tahu tentang suatu hal. Makna ilmu disini tidak hanya ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah, tapi mempunyai makna yang lebih luas lagi, yaitu ilmu yang dapat memberikan pengetahuan luas sehingga menjadikan orang tersebut lebih bijak, sempurna pola fikirnya dan sejahtera lahir dan batin.
Mencari ilmu tidak dibatasi pada bidang tertentu dan jangka waktu. Lebih lama menuntut ilmu lebih banyak pula ilmu yang dimiliki dan banyaknya ilmu akan menunjukkan kesempurnaan orang tersebut.
2.  Kewajiban Menuntut Ilmu
Ilmu mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan ini. Berkembangnya zaman ini tidak lain karena ilmu, negara yang menguasai ilmu pengetahuan akan menjadi negara yang maju. Sehingga ada istilah; “Orang tanpa ilmu pengetahuan bagaikan mayat berjalan”
Dalam Islampun menekankan pentingnya ilmu, dan menjadi hokum wajib menuntut ilmu. Sabda Rasulullah SAW: “Menuntut ilmu diwajibkan bagi orang Islam laki-laki dan perempuan.”
Menuntut ilmu hukumnya wajib. Hokum wajib akan membawa konsekuensi buruk bagi mereka yang meninggalkannya. Keburukan ini bisa didapat di dunia, lebih-lebih lagi di akhirat.
Kalau kita perhatikan wahyu yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah Al-Alaq ayat 1-5. Ayat pertama yang disampaikan Allah kepada nabinya, Iqra’ yang artinya bacalah. Membaca adalah sumber utama menggali ilmu pengetahuan. Jadi ini menunjukkkan perintah untuk menuntut ilmu.
Pada masa Rasulullah, sampai ia memerintah mencari ke negeri kaumnya orang kafir. Hadits: “Tuntutlah ilmu meskipun sampai ke negeri Cina, karena menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.”
Hadits di atas mengisyarakatkan betapa pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan inilah yang hanya mengantarkan manusia bahagia dunia dan akhirat. Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa ingin (memperoleh kebahagiaan) di dunia, hendaklah ia berilmu. Dan barangsiapa ingin (memperoleh kebahagiaan) di akhirat, hendaklah ia berilmu. Dan barangsiapa ingin memperoleh kebahagiaan keduanya, hendaklah ia berilmu.”
Tujuan menuntut ilmu dibagi dua: fardhu’ain dan fardhu kifayah. Ketahuilah, bahwa kewajiban setiap muslim bukanlah menuntut segala macam ilmu. Tetapi yang wajib baginya adalah menuntut ilmu haal (ilmu yang menyangkut kewajiban sehari-hari sebagai muslim seperti ilmu tauhid, akhlak, dan fikih) sebagaimana diterangkan dalam hadits: “Ilmu yang paling utama adalah ilmu haal dan amal yang paling utama adalah menjaga haal (hal-hal yang merupakan kewajiban sehari-hari seperti menghindari penyia-nyiakan harta dan kerusakan).”
Diwajibkan bagi setiap muslim mempelajari ilmu yang berhubungan dengan kewajiban sehari-hari dalam kondisi apapun. Karena ia wajib menjalankan salat, maka wajib baginya mempelajari ilmu yang dibutuhkan di dalam salatnya sesuai dengan batasan, agar ia dapat menunaikan kewajiban itu secara sempurna.
Demikian juga wajib baginya mempelajari ilmu yang mengantarkannya (ilmu yang menjadi prasyarat) menunaikan segala sesuau yang menjadi kewajibannya. Karena segala sesuatu yang menjadi prasyarat bagi sesuatu yang wajib itu hukumnya menjadi wajib pula. Wajib pula mempelajari ilmu tentang puasa; zakat bila ia berharta dan haji bila sudah wajib baginya, begitu pula ilmu mengenai jual-beli bila ia berdagang.
Demikian pula wajib mempelajari ilmu-ilmu mengenai aturan-aturan yang berhubungan dengan orang lain dan berbagai pekerjaan. Setiap orang terjun pada salah satu dari urusan-urusan tersebut harus mempelajari ilmu yang menghindarkannya dari perbuatan haram di dalamnya.
Setiap muslim juga wajib mempelajari ilmu mengenai hal-hal yang berhubungan dengan hati, seperti tawakkal (pasrah kepada Allah), kembali kepada Allah (inabah atau tobah) takut (kepada murka Allah) dan ridha. Semua itu selalu dibutuhkan dalam kondisi apapun.
Ilmu yang hokum fardhu kifayah adalah ilmu yang diperlukan pada saat-saat tertentu saja. Bila di suatau daerah ada seseorang yang melakukanna, maka kewajiban itu gugur bagi yang lain, namun apabila tidak seorang pun yang melakukannya, maka semua orang bersama-sama menanggung dosa. Adalah kewajiban para pemimpinnya menyuruh orang-orang untuk menegakkan dan memaksa kepada penduduk setempat untuk menegakkannya.
Adapun ilmu nujum (meramal sesuatu berdasarkan ilmu perbintangan) hukumnya haram, karena ilmu tersebut berbahaya pada keyakinan seseorang dan tidak ada manfaatnya. Lari dari ketentuan dan takdir Allah jelas tidak mungkin. Begitu pula ilmu-ilmu yang merugikan orang lain bagi dari segi fisik maupun keyakinan seseorang.

2. Keutamaan Menuntut Ilmu
Keutamaan ilmu sudah tidak diragukan lagi bagi siapapun, karena ilmu inilah yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya. Sebab potensi fisik (biologis) dan potensi insting/rasa juga dimiliki oleh mahluk lainnya. Binatang mempunyai struktur biologis yang sama dengan manusia, rasa marah, kekuatan, kasih sayang, mempertahankan diri juga dimiliki oleh binatang. Satu hal yang tidak dimiliki oleh binatang adalah ilmu.
Dengan ilmu pula Allah memberikan keunggulan kepada Nabi Adam AS atas para malaikat. Dan menyuruh mereka sujud kepada Ada. Keutamaan ilmu hanya karena ia menjadi wasilah (pengantar) menuju ketakwaan yang menyebabkan seseorang berhak mendapatkan kemuliaan di sisi Allah dan kebahagiaan dunia.
Secara bahasa halus, Allah menanyakan kepada manusia, samakah orang yang berpengetahuan dengan yang tidak: “Katakanlah : Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berhak Allah yang dapat menerima pelajaran.” (Az-Zumar: 9).
Selanjutnya, malah Allah mempertegas posisi orang yang berilmu yaitu Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu. “Niscaya Allah akan menegaskan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadalah: 11).
Rasulullah pun menegaskan keutamaan orang yang berilmu:
“Barangsiapa keluar untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah SWT sehingga kembali.”
“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah SWT akan memudahkan baginya jalan ke surga.”
Dari firman Allah dan sabda Rasulullah SAW, dapat diuraikan bahwa keutamaan orang yang berilmu adalah:
-          Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu baik di dunia lebih-lebih di akhirat
-          Orang yang berilmu akan lebih mulia kehidupannya, karena segala sepak tanduknya selalu dipertimbangkan baik buruknya
-          Orang yang sedang menuntut ilmu, berada di jalan Allah dan apabila ia meninggal karena mencari ilmu ia mati syahid
-          Allah akan memberikan kemudahan jalan ke surga.

B. Niat dalam menuntut ilmu
Di dalam kamus bahasa Indonesia, niat mempunyai arti berkehendak. Pengertian yang lebih luas mendalam lagi, niat adalah keinginan untuk melakukan sesuatu yang tulus dan ikhlas dalam rangka ingin mendapatkan sesuatu. Niat tidak hanya didasari keinginan melakukan sesuatu semata, tetapi merupakan aktifitas jiwa yang mendalam. Ketika seseorang berniat melakukan sesuatu, maka sebelum melakukannya sudah tertanam dalam ahtinya kesungguhan dan keyakinan.
Orang yang mempunyai niat seperti yang dimaksud di atas, ia tidak akan bombing dan goyah dalam melakukan sesuatu, dan timbul semangat serta tidak pantang menyerah selagi tujuan tidak tercapai. Sangat logis sekali Rasulullah mengatakan, seseorang akan meraih sesuatu sesuai dengan niatnya. Sabda Rasulullah SAW: “sesungguhnya semua amal tergantung pada niatnya dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai dengan niatnya.”
Kaitannya dengan menuntut ilmu seorang pelajar seharusnya sebelum berangkat ke sekolah, ia sudah tanamkan niat yang kuat dan benar. Dari niat yang kuat dan benar, akan pengaruh pada kondisi jiwa yaitu
-          Ada ketulusan dan keikhlasan dalam mencari ilmu, sehingga tidak mudah lelah dan tidak gelisah
-          Adanya tujuan yang jelas, tidak akan mudah dipengaruhi teman lainnya untuk melakukan sesuatu yang tidak berkaitan dengan keilmuan
-          Akan timbul semangat, karena orientasinya jelas
-          Orang yang diniati mencari ridha Allah akan mendapatkan 2 keuntungan yaitu; kebaikan dunia dan kebaikan akhirat.
Oleh sebab itu, sebaiknya pelajar berniat mencari ridha Allah SWT mengharap kebahagiaan akhirat, menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari segenap orang-orang bodoh, menghidupkan agama dan melestarikan Islam, karena sesungguhnya kelestarian Islam hanya dapat dipertahankan dalam ilmu dan perilaku zuhud serta takwa tidak lah sah dengan kebodohan.
Syekh Al Imam Al Ajjal Al Ustadz Qopmaruddin Hammad Bin Ibrahim Bin Ismail Ash Shaffar Al Anshori memberikan nasehat kepada kita lewat sebuah syairnya yang didiktekan oleh Imam Abu Hanifah:
-          “Barangsiapa mencari ilmu untuk tujuan akhirat, maka beruntunglah ia dengan keutamaan dari petunjuk Allah”
-          “Sungguh amat merugi orang yang mencari ilmu hanya untuk mendapatkan keuntungan  dari hamba Allah (manusia)”
Namun apabila seseorang mencari kedudukan untuk dapat menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran, menegakkan kebenaran dan mengagungkan agama bukan untuk kepentingan hawa nafsu, maka hal itu diperbolehkan sebatas kedudukan dimana ia sudah dapat menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Setiap pencari ilmu hendaklah memikirkan hal tersebut. Ia sudah menuntut ilmu dengan perjuangan yang berat. Jangan sampai ia memalingkannya pada tujuan duniawi yang hina, sedikit dan binasa.
Sebuah syair mengatakan:
-          “Dunia itu sedikit dari yang sedikit dan seorang yang tenggelam di dalamnya lebih hina dari orang hina”
-          Dunia dengan sihirnya membutakan dan menulikan orang sehingga mereka bingung tanpa pegangan.”

C.  Ketetapan dalam memilih ilmu, guru, dan teman
  1. Memilih ilmu
Terbentuknya watak seseorang tidak begitu saja terbentuk seperti watak orang dewasa. Pembentukan watak/karakter memerlukan proses yang begitu lama, serta membutuhkan pendukung-pendukung lainnya seperti lingkungan, pendidikan, keluarga, dan sebagainya.
Materi pendidikan (ilmu) sangat mempengaruhi sekali baik buruknya watak seseorang. Ketika seseorang, dari kecil sampai dewasa banyak dikenal pada materi pengetahuan dunia semata, maka terbentuk watak orang yang materialitik-hedonestik, yang jauh dari nilai-nilai agama.
Jadi seharusnya ada skala prioritas dalam mendahulukan menuntut ilmu. Ilmu yang lebih awal dikuasai adalah ilmu yang digunakan saat ini dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya shalat, membaca AL-Quran, tata karma, dll. Maka ilmu yang seharusnya diutamakan adalah ilmu tata cara shalat yang benar, ilmu membaca AL-Quran dan ilmu akhlak. Jika ilmu ini semua dikuasai, baru menginjak pada ilmu yang kebutuhannya jangka panjang.
Di atas telah dijelakan bahwa menuntut ilmu adalah wajib/fardhu. Tapi karena ada kebutuhan ilmu yang mendesak dipenuhi dan ilmu yang kebutuhannya untuk jangka panjang . Sehingga kewajiban menuntut ilmu dibagi dua, yaitu ilmu fardhu’ain dan ilmu fardhu kifayah. Ilmu fardhu’ain, kewajiban menuntut ilmu bagi tiap-tiap muslim karena berkaitan dengan ibadah yang dilaksanakan setiap hari. Fardhu Kifayah, kewajiban menuntut ilmu bagi segolongan masyarakat muslim karena ilmu ini penyempurna ibadah. Contohnya, orang tidak bisa shalat dengan sempurna dan melaksanakan rukun-rukunnya dengan baik, jika orang tersebut lagi sakit. Disinilah kewajiban kifayah menuntut ilmu kedokteran dalam rangka menyehatkan orang untuk beribadah dan seterusnya.

2. Memilih guru
“Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.”, pepatah ini perlu kita renungkan. Guru adalah sumber pengetahuan bagi kita, khususnya bagi anak-anak. Memori otak anak masih bersih/kosong, tatkala sang anak sering melihat perilaku guru jelek, berarti secara tidak langsung maupun langsung guru tersebut telah mengisi memori otak anak dengan perilaku salah/jelek. Lama-kelamaan terbentuklah pola fikir anak yang jelek, bisa jadi anak yang demikian ini akan lebih buruk lagi perilakunya daripada gurunya. Jadi sangat betul pepatah di atas.
-          “Dari ibnu Abbas, ia berkata: Ada orang bertanya: wahai Rasulullah, siapakah teman-teman berkumpul kamu yang baik? Beliau bersabda: Orang yang dapat mengingatkan kamu kepada Allah saat kamu melihatnya, pembicaraannya menambah ilmu kamu dan perbuatannya mengingatkan kamu kepada hari akhirat” (HR. Abu Ya’la)
-          “Wahai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Ash-Shof: 2-3).
Dari kedua nash di atas, hendaklah guru memiliki criteria sebagai berikut:
-          Apa yang guru sampaikan sesuai dengan perilakunya sehari-hari. Ia mengajarkan kebaikan dan ia sendiri maupun mengamalkan apa yang ia sampaikan kepada muridnya. Guru yang hanya pintar ngomong saja, pasti dibenci oleh Allah. Maukah kalian diajari guru yang dibenci Allah. (Ash-Shof: 2-3).
-          Pembicaraannya menambah ilmu seorang guru jika berbicara selayaknya mengandung pengetahuan (nasehat), baik ia berada di dalam kelas maupun di luar kelas. Sudah tentu guru seperti ini mempunyai pengetahuan yang luas.
-          Akhlaknya sangat terpuji
-          Ucapannya penuh dengan ajakan untuk takut kepada Allah dan hari akhirat.
3. Memilih teman
Dalam mencapai tujuan, banyak faktor yang mempengaruhinya tidak hanya pada kemampuan pribadi. Mencapai tujuan belajarpun juga ada beberapa faktor yang mempengaruhi, di antaranya adalah teman.
Di dalam memilih sahabat sebaiknya pilihlah orang yang tekun, warak, bertabiat lurus serta tanggap. Hindarilah orang yang malas, pengangguran, pembual, suka berbuat onar, dan suka memfitnah.
Inilah nasehat, yang dikemas dalam bentuk syair untuk para pelajar yang mencari teman bermain atau belajar:
-          Janganlah kamu tanyakan mengenai jati diri seseorang, tetapi lihatlah siapa temannya. Karena seseorang akan mengikuti perilaku temannya.
-          Bila teman orang jahat, maka hindarilah segera. Bila temannya adalah orang baik, maka bersahabatlah dengannya, niscaya kamu akan mendapat petunjuk.
-          Janganlah kamu bersahabat dengan pemalas dalam segala perilakunya. Banyak orang yang rusak karena ulah orang lain.
-          Begitu cepat pengaruh orang bodoh menjalar kepada orang yang pandai. Bagaikan bara api yang diletakkan pada abu, maka padamulah ia.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Setiap orang dilahirkan dalam keadaan suci (Islam), kecuali kedua orang tuanya menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Sebuah syair berbahasa Persia mengungkapkan:
-          Teman yang buruk lebih berbahaya daripada ular berbisa. Demi Allah zat yang maha benar dan maha suci
-          Teman yang buruk mengantarkan menuju neraka Jahim. Teman yang baik mengantarkan menuju surge Na’im
-          Bila kamu ingin mendapat ilmu dari ahlinya atau ingin mengetahui dan mengabarkan mengenai kebaikan
-          Maka renungkanlah bumi dengan nama-namanya dan renungkanlah (ambillah pelajaran) dan sahabat (teman) mengenai dirinya.


D. Menghormati guru dan menghormati ilmu serta memuliakan kitab
  1. Menghormati ilmu
Ketahuilah bahwa pelajar tidak akan dapat meraih ilmu dan memanfaatkan ilmunya kecuali dengan menghormati ilmu dan ahli ilmu serta menghormati dan mengagungkan gurunya.
Diungkapkan: “Orang yang ingin mencapai sesuatu tidak akan berhasil kecuali dengan menghargai dan orang tidak akan jatuh dalam kegagalan kecuali dengan meninggalkan respek (rasa hormat) dan mengagungkan.
Diungkapkan lagi: “Rasa hormat lebih baik daripada kepatuhan. Ingat, bahwa manusia tidak menjadi kafir (kepada Allah) karena berbuat maksiat, tetapi ia kafir karena meninggalkan rasa hormat (kepada-Nya).”

2. Menghormati guru
Salah satu cara menghormati ilmu adalah menghormati guru. Sayyidina Ali ra. Mengatakan: “Aku adalah hamba sahaya bagi orang yang mengajarku, walaupun saru huruf saja. Bila ia bermaksud memerdekakanku, maka ia bisa memerdekaknku dan bila ia bermaksud memperbudakku maka ia bisa memperbudakku.”
Dalam hal ini pernah didendangkan sebuah syair untukku:
-          Menurutku hak paling utama adalah hak guru, dan hak itu wajib dijaga bagi setiap muslim
-          Sungguh ia berhak diberi kemuliaan. Setiap ia mengajar satu huruf tak cukup memberinya seribu uang dirham.
Sesungguhnya  orang yang mengajarimu satu huruf yang kamu butuhkan dalam urusan dan agamamu, maka ia merupakan ayahmu dalam kehidupan agamamu. Guru kami Syekh Al Imam Sadiduddin Asy Syairazi berkata: “Guru-guru kami mengatakan: barangsiapa mengharap anaknya menjadi orang alim, hendaklah ia memelihara, memuliakan dan memberikan sesuatu kepada para ahli agama yang mengembara. Bila anaknya ternyata tidak menjadi orang alim, tentu cucunya yang kana menjadi orang alim.”
Salah satu cara menghormati guru adalah tidak kencang berjalan di depannya, tidak duduk di tempatnya, tidak memulai percakapan dengannya kecuali atas izinnya, tidak memperbanyak omongan di sisinya, tidak menanyakan sesuatu ketika ia sudah bosan, menjaga waktu dan tidak mengetuk rumah atau kamarnya, tetapi harus menunggu sampai keluar. Kesimpulannya, seorang murid harus berusaha mendapat ridhanya, menghindari kemurkaannya dan patuh kepadanya selain dalam perbuatan maksiat kepada Allah SWT sebab tidak boleh patuh kepada mahluk untuk melakukan perbuatan maksiat kepada Pencipta.
Juga salah satu menghormati guru adalah menghormati anak-anaknya dan orang yang mempunyai hubungan dengannya. Gru kami Syaikhal Islam Burhanuddin Shahibul Hidayah pernah bercerita, bahwa seorang ulama besar dari Bukhara sedang duduk dalam suatu majelis pengajian, sesekali ia berdiri dan duduk lagi. Ketika ditanyakan kepadanya mengenai sikapnya ieu, ia menjawab: “Sesungguhnya putra guruku sedang bermain bersama anak-anak lain di halaman rumah, setiap kali aku melihatnya, aku berdiri sebagai penghormatana pada guruku.”
Hakim Agung Fahruddin Al Arsabandi, seorang pemimpin para imam di Marwa sangat dihormati oleh sultan (raja), ia berkata: “Saya dapat merasakan kedudukan ini karena berkah hormat saya kepada guru. Saya melayani guru saya, yaitu Abu Yaizid Dabusi. Saa memasak makanan untuk berlian dan saya tidak ikut memakannya.”
Syekh Al Imam Al AJjal Syamsul Aimmah Al Khulwani terpaksa keluar dari Bukhara dan pindah ke suatu desa karena suatu peristiwa yang menimpanya. Murid-muridnya mengunjungi kecuali Syekh AL Imam Al Qadhi Abu Bakar Az Zagauni, saat mereka bertemu. Imam Al Khulwani bertanya: “Mengapa kamu tidak mengunjungiku?” Syekh Abu Bakar menjawab: “Saya sangat sibuk melayani ibu saya.” Al Khalwani kemudian berkata: “Kamu akan dapat karunia umur panjang, tetapi kamu tidak akan mendapat anugerah nikmatnya belajar.” Ternyata hal itu memang terbukti Syekh Abu Bakar lebih banyak tinggal di desa dan tidak teratur dalam belajar.
Maka barangsiapa membuat sakit hati gurunya, maka ia tidak akan mendapat berkah ilmu dan tidak dapat memanfaatkan ilmunya kecuali hanya sedikit, sebuah syair mengungkapkan:
-          Sesungguhnya guru dan dokter tidak akan berguna nasehatnya bila tidak dihormati
-          Bersabarlah dengan penyakitmu bila kamu menentang dokter. Dan bersabarlah kamu dengan kebodohanmu bila kamu menentang guru.
Dikisahkan bahwa khalifah Harun Al Rasyid mengutus putranya kepada Al Ashma’I diajarkan ilmu dan tata karma. Pada suatu hari Khalifah melihat Al Ashma’u berwudlu dan membasuh kakinya, sementara putra khalifah menyiram air pada kakinya, khalifah pun menegur pada Al Ashma’I, katanya: “Saya mengutus kepadamu agar kamu mengajarkan ilmu dan tata karma kepadanya, mengapa kamu tidak menyuruh menyiram air dengan salah satu tangannya dan membasuh kakinya dengan tangan yang lainnya?”
3. Memuliakan kitab
Salah satu cara menghormati ilmu adalah memuliakan kitab. Pelajar sebaiknya tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci dari hadas. Dikisahkan dari Syekh Al Khulwani, ia berkata: “Sesungguhnya aku dapat memperoleh ilmu hanya dengan mengagungkannya, aku tidka meraih kertas pelajaranku kecuali dalam keadaan suci.”
Syekh Asy Syarkasyi suatu malam mengulang pelajarannya dalam kondisi perut sakit. Naka terpaksa ia berwudlu tujuh belas kali malam itu, karena ia tidak mau mengulang pelajarannya kecuali dalam keadaan suci. Hal ini dilakukannya karena ilmu adalah cahaya dan wudlu juga cahaya dengan demikian cahaya ilmu akan semakin cemerlang dengan adanya wudlu.
Salah satu sikap memuliakan kitab adalah tidak menelonjorkan kaki kea rah kitab. Letakkanlah kitab tafsir di atas kitab-kitab yang lain, dan tidak meletakkan sesuatu di atas kitab. Guru kami Burhanudddin menuturkan cerita dari seorang guru, bahwa seorang ahli fiqih meletakkan botol tinta di atas kitab, maka dikatakannya kepadanya: “Tidak bermanfaat ilmumu.”
Tetapi guru kita Hakim Agung Fakhrul Islam terkenal dengan nama Qadhi Khan berpendapat, bahwa hal itu bila tidak dimaksudkan untuk apa-apa, tetapi lebih baik tindakan itu dihindari.
Juga termasuk memuliakan kitab adalah menulis dengan baik, jelas dan tidak kabur. Tidak membuat catatan pinggir yang mengaburkan kitab, kecuali dalam keadaan terpaksa. Imam Abu Hanifah pernah melihat seorang yang menulis kabur (semrawut/tidak jelas), maka ia berkata: “Jangan membuat tulisan tidak jelas, sebab bila kamu hidup berumur panjang, maka kamu akan menyesal, dan bila kamu meninggal maka kamu akan tercela.” Maksudnya bila kamu semakin tua dan penglihatanmu sudah semakin rabun, maka kamu akan menyesali tindakanmu itu. dikisahkan  dari Syekh Imam Muhammad Majduddin Ash Sharhaki, bahwa ia berkata: “Saya menyesal karena menulis tidak jelas, telah mencatat terlalu ringkas dan tidak membandingkan kitabku dengan kitab yang lain.” Sebaiknya bentuk kitab itu persegi empat simetris. Karena untuk kitab ala Abu Hanifah itu lebih muudah diangkat, diletakkan dan dipelajari. Hindari warna merah dalam kitab. Wana itu merupakan ciri para filosof bukan cirri ulama shalih. Banyak di antara para guru kita yang tidak suka memakai kendaraan yang berwarna merah.


E. Kesungguhan , kontinu dan cita-cita luhur
  1. Kesungguhan dan kerja keras
Merupakan suatu keharusan bagi seorang pelajar untuk bersungguh-sungguh, kontinu, dan tidak kenal berhenti dalam belajar, hal itu telah diisyaratkan dalam firman Allah SWT: “Dan orang-orang yang berjihad (mencari keridhaan). Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami, dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69).
Diungkapkan: “Barangsiapa bersungguh-sungguh mencari sesuatu, niscaya akan menemukannya seseorang akan mendapatkan sesuatu yang dicarinya, sejauh usaha yang dilakukannya. Dalam menuntut ilmu dibutuhkan kesungguhan hati tiga pihak, yaitu pelajar, guru dan ayah bila ia masih hidup.”
Syekh Al Imam Al Ajjal Ustadz Sadiduddin mendendangkan syair gubahan Imam Syafi’I untukku:
-          Kesungguhan akan mendapatkan sesuatu yang jauh dan membukakan pintu yang terkunci
-          Hak Allah yang paling utama bagi mahluknya adalah orang yang bercita-cita tinggi justru diuji dengan hidup yang sempit.
-          Kau idam-idamkan menjadi ahli fiqih yang ahli menganalisa tanpa mau bersusah payah. Memang kegiatan itu beraneka ragam bentuknya.
-          Harta benda saja takkan kau dapatkan tanpa susah payah apalagi dengan ilmu!
Abu Thayyib berkata: “Saya tidak melihat di antara aib-aib manusia sebuah cela yang lebih besar sebagaimana kekurangan orang-orang yang sebenarnya mampu, tetapi tidak dapat melakukan sesuatu dengan sempurna.

Adalah suatu keharusan bagi pelajar untuk berjaga pada malam hari sebagaimana diungkapkan oleh seorang penyair:
-          Keluhuran derajat akan dicapai sebatas usaha yang dilakukan. Barangsiapa mengaharapkan kemuliaan maka ia harus mau berjaga pada malam hari.
-          Kau ingin mendapatkan kemuliaan tetapi kau terlelap di malam hari, padahal orang yang mencari mutiara, ia harus menyelami lautan
-          Derajat yang tinggi harus dengan kemauan yang tinggi pula. Dan kemuliaan seseorang tergantung ada keterjagaannya di malam hari
-          Ya Tuhan kutinggalkan tidur di malam hari untuk mendapat ridha-Mu, wahai Tuhan bagi segala tuan.
-          Barangsiapa bercita-cita tinggi tanpa mau bersusah payah sama dengan mengulur umur dalam meraih sesuatu yang mustahil
-          Maak tolonglah aku untuk mendapatkan ilmu dan sampaikan aku pada puncak keluhuran
-          Jadikanlah malam sebagai kendaraanmu untuk mendapatkan cita-citamu.
Saya juga menggubah syair yang senada dengan syair-syair di atas:
-          Barangsiapa menghendaki untuk mendapatkan cita-citanya, maka jadikanlah malam sebagai saranya
-          Kurangkanlah makan agar kamu dapat terjaga di waktu malam. Kalau itu semua dapat kamu lakukan, niscaya kamu dapat mencapai kesempurnaan
-          Baransiapa membiarkan dirinya terjaga di malam hari, hatinya akan ceria di malam hari
2. Kontinu dan tidak memaksa diri
Adalah suatu keharusan bagi pelajar untuk kantinu atau rutin dalam belajar serta mengulangi setiap awal dan akhir malam, karena antara waktu maghrib dan isya’ serta waktu sahur adalah waktu yang penuh berkah. Kata seorang penyair:
-          Wahai pelajar, bergaullah dengan orang-orang yang warak. Hindari banyak tidur dan kekenyangan
-          Rutinlah belajar jangan sampai meninggalkannya. Dengan belajar ilmu akan tertanam dan berkembang.
Ambillah kesempatan pada masa awal remaja sebagaimana dikatakan oleh syair:
-          Kamu akan dianugerahi apa yang menjadi angan-anganmu sebesar udahamu. Barangsiapa yang menggunakan cita-cita luhur, maka ia harus terjaga di malam hari
-          Raihlah kesempatan di waktu muda, karena masa itu tidak akan lama
Ia juga tidak boleh memaksa diri sendiri dan membebani terlalu berat sehingga menjadi lemah dan tidak mampu melakukan sesuatu. Tetapi ia harus memperlakukan diri sendiri dengan santun, karena sikap santun merupakan modal yang besar dalam meraih segala sesuatu. Rasulullah SAW bersabda: “Ingatlah, bahwa agama Islam itu kokoh, maka perhatikanlah dirimu dalam menjalankan agama dan jangan kau menyakiti dirimu dalam menjalankan agama dan jangan kau menyakiti dirimu sendiri dalam beribadah kepada Allah, karena orang yang lemah tidak mampu melintasi dunia dan tidak mempunyai sarana yang utuh.” Sabdanya lagi: “Dirimu adalah kendaraanmu, maka kasihanilah ia.”…
3. Cita-cita luhur
Seorang pelajar harus memiliki cita-cita yang luhur dalam berilmu. Karena sesungguhnya seseorang akan terbang dengan cita-citanya sebagaimana burung terbang dengan dua sayapnya. Abu Thayyib berkata:
-          Cita-cita akan tercapai sejauh orang-orang akan bercita-cita. Kemuliaan akan tercapai sejauh seseorang berbuat mulia.
-          Sesuatu yang kecil akan tampak besar bagi orang-orang yang bercita-cita kecil. Dan sesuatu yang besar akan tampak kecil bagi orang-orang yang bercita-cita besar.
Modal untuk mencapai segala sesuatu adalah kerja keras dan cita-cita luhur. Seseorang yang bercita-cita menghafalkan kitab-kitab Muhammad Bin Hasan misalnya, dengan disertai kerja keras dan kontinuitas, maka secara lahir ia tentu dapat menghafalkan sebagian besarnya, atau paling tidak setengahnya. Adapun orang-orang yang cita-cita tinggi, tetapi tidak memiliki kesungguhan atau memiliki kesungguhan tetapi tidak memiliki cita-cita tinggi, maka ia tidak akan mendapatkan ilmu kecuali hanya sedikit.
Dalam kirab Makarimul Akhlak, Imam an Naisaburi menuturkan bahwa ketika Raja Dzul Qurnain hendak menaklukan negeri timur dan barat, ia bermusyawarah dengan para bijak bestari, katanya: “Bagaimana, aku akan pergi untuk meraih kekuasaan kerajaan ini, sementara dunia ini hanya kecil, akan binasa dan kekuasaan adalah hina.” Berangkatlah untuk meraih kebesaran dunia dan akhirat.” Kemudian raja Dzul Qurnain berkata: “Nah, ini berarti sesuatu yang baik.”
Rasulullah bersabda: “Allah menyukai perkara yang luhur dan membenci perkara yang hina.”
Diungkapkan dalam sebuah syair:
-          Janganlah engkau tergesa-gesa dalam menghadapi masalahmu, tetapi biarkanlah dulu. Tak ada yang dapat diluruskan tongkatmu seperti sediakala.
Diungkapkan pula, bahwa Abu Hanifah pernah berkata kepada Abu Yusuf: “Kamu bukanlah orang yang cerdas, tetapi kamu bisa mengatasinya dengan rajin belajar. Hindarilah kemalasan, karena kemalasan adalah sesuatu yang buruk dan akibat buruknya juga sangat besar.”
Syekh Abu Nasr Ash Shaffar Al Anshari bersyair:
-          Wahai jiwa, janganlah kau bermalas-malasan dalam berbuat taat, keadilan, dan kebaikan
-          Siapapun yang berbuat baik, pastikan mendapatkan keuntungan sedangkan orang yang malas pasti akan mendapatkan bencana dan kesukaran
-          Wahai jiwaku, tinggalkan kemalasan dan penundaan masalah. Sebab, jika tidak, maka kau jatuhkan aku dalam kehinaan
-          Tak pernah kulihat sesuatu yang dapat diraih bagi pemalas kecuali penyesalan dan cita-cita yang tak terwujud
-          Banyak perasaan malu, lemah dan sesal manusia lahir dari kemalasan
-          Hindarilah rasa malas untuk membahas sesuatu yang belum jelas dengan alasan sudah tahu atau masih ragu
Adapun ungkapan rasa mala situ disebabkan oleh kurangnya penghayatan terhadap keutamaan dan kelebihan ilmu.

Etika

ETIKA MENUNTUT ILMU PENGETAHUAN
Rajin rajinlah belajar. Pergunakanlah kesempatan kita untuk mencari persoalan yang kiranya penting dan berguna.
Sebelum kita menerima pelajaran, dari guru kita di meja pelajaran, alangkah baiknya kita pelajari terlebih dulu secara mendalam. Jika kita menemukan kejanggalan, janganlah kita enggan menanyakannya kepada teman-teman kita, agar mereka juga ikut memecahkannya. Janganlah kita beralih kepada persoalan pertama. Jika guru menempatkan kita pada tempat duduk yang telah ditunjuknya, janganlah kita pindah ketempat yang lain. Dan apabila ada teman yang menempati tempat duduk kita, maka janganlah kita lawan atau kamu caci maki. Akan tetapi bertahukanlah kepada guru kita, agar beliau yang menunjuk tempat mana yang harus kita duduki sesuai dengan pilihan guru kita. Jika guru sedang menerangkan pelajaran, janganlah kita berbicara dan bertengkar dengan teman teman kita. Dengarkan baik-baik keterangannya itu. Jangan melamun atau pikiranmu justru melayang-layang di waktu belajar. Bila ternyata kita belum faham, mintalah dengan hormat kepada guru kita agar berkenan mengulangi lagi keterangan yang telah disampaikan. Dan janganlah sekali-kali membantah, jika guru kita tidak menuruti permintaan itu, karena ada suatu pertimbangan. Ketahuilah bahwa jika seorang murid sudah keluar dari batas-batas kesopnan, maka jatuhnya harga diri di mata gurunya itu dan juga di mata rekan-rekannya. Oleh sebab itu, sudah sepatutnyalah jika guru menegur dan memberi peringatan terhadap kekurang sopanan kita. Jika kita tidak mau menghormati guru kita sebagaimana kita menghormati ibu bapak kita, pasti kita tidak akan mungkin dapat mengambil pelajaran darinya.
Keindahan ilmu itu harus dibarengi dengan sopan santun dan adab. Barang siapa yang mau bersopan santun, pasti akan dimuliakan Allah SWT dan dicintai oleh masyarakat. Demikian pula sebaliknya, barang siapa yang bersikap sombong dan tidak punya kesopanan, pasti akan dibenci masyarakat, dan pasti tidak ada seorang pun yang menghormatinya.
Tiada sesuatu yang amat membahayakan seorang murid, melainkan kemurkaan guru dan ulama. Karena itu, kita jangan sekali kali membuat kemurkaan guru kita atau berlaku tidak sopan terhadap guru kita. Sebab kemarahan guru itu, setidak-tidaknya akan membawa diri kita ke jurang kenistaan.
Terimalah nasihat orang tua, usahakanlah agar guru kita rida dan simpati kepada kita. Mohonlah doa restunya, agar kita memperoleh taufik dan petunjuk. Mudah-mudahan Allah SWT akan mengabulkannya. Jika kita sedang dalam keadaan sendirian, perbanyaklah berdoa dan mohonlah kepada Allah SWT supaya kita dikaruniai ilmu yang bermanfaat dan berkah. Sesungguhnya Allah SWT adalah zat yang maha pemurah dan maha mengabulkan permohonan segenap hamba-Nya.



Manajemen Dakwah Muhammadiyah Dan Nu

MUHAMMADIYAH dan NU merupakan dua organisasi terbesar yang ada di negeri ini. Pengaruh dari kedua organisasi ini amat terasa di tengah masyarakat, meski berbeda massanya. Dakwah bil lisan maupun bil hal yang menjadi ciri khas kedua ormas keagamaan ini sudah sejak lahirnya diketahui masyarakat, bukan saja di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Orang-orang yang pernah terlibat dalam kedua ormas keagamaan ini juga sudah sangat lazim, baik yang duduk dalam birokrasi pemerintahan maupun yang aktif dalam dunia pendidikan (formal maupun nonformal). Dengan tingkat popularitas yang demikian tinggi, tidak heran bila sampai sekarang kedua organisasi keagamaan ini tetapi menjadi semacam "tempat bernaung" orang-orang Islam yang ingin terlibat dalam kegiatan sosial keagamaan (dakwah amar ma'ruf nahi munkar) sebagai bagian tak terpisahkan dari seluruh aktivitas keagamaan.
Sebagai organisasi terbesar di negeri ini, ternyata antara Muhammadiyah-NU memiliki beberapa perbedaan mendasar, bukan dalam teologi atau visi politik, tetapi perbedaan yang bersifat umum, dalam hal ini perbedaan sumber daya dan infrastuktur yang kemudian berpengaruh pada jalannya kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia kurang berimbang. Tulisan ini tidak bermaksud mengurai perbedaan-perbedaan teologis, maupun politis, tetapi difokuskan pada perbedaan yang bersifat sosial (umum) namun berkait pada hal-hal yang bersifat khusus dan berkepanjangan (paling tidak sampai sekarang) saat Abdurrahman Wahid, mantan Ketua PB NU, menjadi orang nomor satu. Perbedaan-perbedaan yang ada mengakibatkan antara Muhammadiyah dan NU memiliki jarak mencolok, menjadikan kedua organisasi Islam terbesar jaraknya terlalu lebar. Akibatnya, tidak produktifnya bagi perkembangan wacana kebangsaan maupun wacana keagamaan.
Beberapa jarak perbedaan Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan tahun 1912 di Yogyakarta, sejak awal menjadi organisasi Islam bercorak modern, dalam arti dikelola secara manejemen modern. Karena itu, hampir bisa dipastikan lebih mengutamakan cara-cara rasional, perhitungan kualitas ketimbang kuantitas, beranggotakan orang-orang di perkotaan, mungkin lebih tepat dikatakan kelas menengah Muslim kota, para birokrat, pengusaha, dan pegawai negeri (sipil maupun militer).
Penelitian banyak mengemukakan, Muhammadiyah identik organisasi Islam yang mencontoh gerakan misi dan zending Barat (James Peacock, 1981; Mitsuo Nakamura, 1980; Lance Castles, 1982; Alfian, 1984). Berhubung Muhammadiyah mencontoh gerakan misi dan zending Barat. Maka menurut para pengamat, gerakan-gerakan yang dilakukan merupakan gerakan bercorak Barat, seperti mendirikan sekolah, panti asuhan, dan rumah sakit.
Meski penelitian itu telah berlangsung lama, namun beberapa identifikasi yang dilakukan tidak seluruhnya salah. Untuk beberapa contoh masih cukup relevan dan signifikan, seperti dalam gerakan pendidikan, pembangunan rumah sakit, dan pembangunan panti asuhan bagi orang jompo dan anak-anak yatim. Hal ini juga yang menyebabkan Muhammadiyah pernah dikatakan sebagai organisasi duplikasi dari protestantisme karena mengambil spirit etika Protestan. Sebagai organisasi yang dikelola secara modern, Muhammadiyah terlihat dan mencerminkan ada keteraturan dalam administrasi. Hal ini diwujudkan dalam pemberlakuan Nomor Baku Muhammadiyah (disingkat NBM dari tingkat Ranting sampai Pusat), pendataan seluruh amal usaha seperti sekolah, dari SD sampai perguruan tinggi yang menurut data terakhir berjumlah sekitar 15.000 perguruan/lembaga pendidikan yang dikelola Muhammadiyah, pembangunan rumah sakit dan panti asuhan. Pendataan yang rapi menjadikan Muhammadiyah terlihat jelas berapa "kekayaan" yang dimiliki organisasi, bukan perorangan. Dengan pendataan yang rapi, memudahkan organisasi saat mengontrol ketidakjelasan sepak terjang pengelolanya. Bermodal pendataan yang ketat, membuat organisasi ini amat "kaku" dan formalistik karena hampir seluruh urusan harus melalui birokrasi cukup rumit dan melelahkan karena harus ada kesepakatan dari tingkat ranting sampai pusat. Hal seperti ini kadang mengakibatkan transformasi pemikiran dari orang-orang yang amat kritis dalam wacana keagamaan (seperti M Amin Abdullah, A Syafii Maarif, dan A Munir Mulkhan) menjadi terhambat. Akibatnya, orang-orang ini akhirnya "bergerak" di luar jalur Muhammadiyah karena jika memakai jalur Muhammadiyah akan ditolak.
         Berubah
 Anggota Muhammadiyah dulu pernah didominasi birokrat dan penguasa. Kategori ini bisa dibenarkan untuk dekade 1980-an sampai 1990-an. Namun, untuk dekade pertengahan tahun 1990-an sampai sekarang, telah ada banyak perubahan. Akibatnya, kategorisasi pengikut Muhammadiyah adalah pengusaha dan birokrat, tidak lagi signifikan. Dalam hal ini, A Munir Mulkhan dan Musa Asy'arie pernah menyatakan, keanggotaan Muhammadiyah kini telah bercampur, tidak lagi pengusaha, birokrat, maupun pegawai negeri. Hal ini karena Muhammadiyah telah merambah desa-desa terpencil, petani menjadi penduduk mayoritas dan aktif sebagai pengurus. Sedangkan pegawai negeri di desa-desa langka. Kalaupun ada, mereka tidak banyak tertarik Muhammadiyah. Pendek kata, anggota Muhammadiyah telah mengalami perubahan dari birokrat dan pengusaha ke petani. (Mulkhan, 2000; Asy'arie, 1998). Mengingat Muhammadiyah amat concern dengan pendidikan (formal), tidak heran jika banyak anggotanya mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Ini terjadi bukan hanya di lingkungan Muhammadiyah, tetapi non-Muhammadiyah, bahkan di luar negeri. Imbas yang didapat dari sini, Muhammadiyah akhirnya memiliki banyak "intelektual" yang ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Beberapa ilmuwan Muhammadiyah seperti A Syafii Maarif, M Amin Abdullah, A Munir Mulkhan (ahli ilmu-ilmu keagamaan). Sedangkan orang seperti Amien Rais, A Yahya Muhaimin, Din Syamsuddin, Bahtiar Effendy, M Syafii Anwar ahli dalam ilmu politik. M Dawam Rahardjo, M Amin Aziz, pakar ekonomi, sedangkan A Malik Fadjar ahli dalam manajemen dan keagamaan. Toha Muhaimin, Sugiat adalah dokter.
Tradisional
Sementara itu, sejak didirikan KH Hasyim Asy'ari tahun 1926, NU dikategorikan banyak pengamat sebagai gerakan Islam "tradisional", memiliki jamaah di desa-desa, berprofesi sebagai petani, berpendidikan rendah, "sarungan" sebagai pakaian khas, dan tidak dikelola secara modern.
Sebagai organisasi Islam yang dikesankan "tradisional", NU mau tidak mau harus menerima semacam "penghakiman" bila warga nahdliyin itu ndeso, bodoh, kumal, acak-acakan, tidak aturan serta serba mistis. Mengapa warga nahdliyin condong lebih menyukai hal-hal mistik? Hal ini karena tidak secara maksimal menggunakan rasio, dalam mengamati terjadinya perubahan-perubahan di dunia. Warga nahdliyin cenderung menyerahkan pada hal-hal gaib, seperti percaya pada wangsit, wahyu, barakah, dan karamah. Hal-hal semacam itu, di kalangan Muhammadiyah, nyaris diharamkan.

Mengingat tidak dikelola secara modern, NU bukan saja mengalami kebangkrutan dalam manajemen, tetapi sistem organisasinya tidak tertata maksimal. Tidak ada pendataan rapi tentang jumlah amal usaha yang dimiliki, seperti sekolah, rumah sakit, dan panti asuhan. Ditambah lagi tidak terdeteksinya jumlah dan siapa "intelektual" dari nahdliyin yang mereka miliki. Memang, belakangan muncul intelektual-intelektual dari NU yang amat progresif, terutama dalam wacana keagamaan, baik dari kalangan muda maupun tua. Beberapa orang bisa disebutkan, seperti Masdar F Mas'udi, Ulil Abshar Abdalla, Ahmad Baso, Syafiq Hasyim, M Fajrul Falaakh, yang bisa dibilang merepresentasikan generasi muda. Sementara orang seperti Said Agil Hussein Al Munawar, Said Agil Siradj, Hasyim Muzadi, M Ali Haedar, Masykuri Abdillah, dan Machasin merupakan representasi generasi tua.

Memang, NU tidak banyak memiliki sekolah (formal) sebagaimana Muhammadiyah karena tampaknya lebih berkosentrasi dalam dunia pesantren, terutama pesantren salafiyah, sebuah pesantren yang mengikuti tradisi-tradisi yang sangat lama (era sahabat Nabi), dengan pengkhususan dalam hal ilmu-ilmu agama, seperti Al Quran, bahasa Arab, dan fikih. Dalam hal ini, NU bisa dibilang "gudangnya" para winasis agama.
Dalam wilayah birokrasi, NU jauh "tertinggal" dibanding Muhammadiyah. Jika Muhammadiyah memiliki "orang" hampir di seluruh jajaran birokrasi pemerintahan (sampai era Habibie), maka "orang" NU bisa dihitung dengan jari tangan, itu pun tidak tinggi-tinggi, dan tidak bisa menularkan "rembesan" kepada warganya. Seorang ilmuwan NU, Machasin, pernah menyatakan, di kalangan NU tidak terjadi "pemerataan" kue kekuasaan karena jika ada birokrasi dari kalangan NU, dia tidak terbiasa memberikan "aliran rizki" kepada sesamanya, tetapi hanya untuk kepentingan sendiri dan keluarganya, meski sebenarnya organisasi membutuhkan bantuannya. Berbeda, dengan Muhammadiyah. Di kalangan Muhammadiyah, semangat solidaritas organisasi amat tinggi dan berjalan baik, sehingga jika ada orang Muhammadiyah menjadi birokrat, maka dia akan mencari dulu orang Muhammadiyah, tidak harus dari keluarganya, tetapi yang penting satu organisasi. Dari sana berakibat adanya pemerataan jabatan atau "aliran rizki" yang didapat dari kekuasaannya. Mempersempit jarak Dari perbandingan itu, untuk mempersempit jarak Muhammadiyah-NU, ada beberapa hal yang perlu dikemukakan.

Pertama, bagaimana pada saat ini, saat Abdurrahman Wahid sebagai presiden, warga NU menyadari untuk "memanfaatkan" kesempatan mengorganisir kembali NU sehingga mengarah pada organisasi modern, minimal merapatkan barisan agar sama dengan Muhammadiyah pada saat awal berdirinya. Warga NU tidak perlu tergesa-gesa menyaingi Muhammadiyah, dengan penampilan mewah, tetapi sesaat dan sekarang.

Kedua, warga NU yang telah lama terlibat kekuasaan, birokrasi, maupun jabatan-jabatan penting lain, secara suka rela "mengulurkan tangannya" kepada sesama jamaah NU yang benar-benar membutuhkan, bukan hanya di lingkaran keluarga, atau saudara-saudaranya.
Ketiga, jika pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid bertahan hingga 2004, maka bila kiai-kiai mendapat sumbangan dana pemerintah, janganlah dimanfaatkan untuk inner ciycle keluarga kiai dan gus-gus saja, tetapi diserahkan kepada pesantren dan lembaga-lembaga NU lainnya dalam rangka peningkatan SDM di masa datang. Tetapi, bila Presiden Wahid harus turun sebelum 2004, warga nahdliyin tidak perlu berkecil hati untuk mendapat bantuan pemerintah.
Keempat, warga NU harus sabar dan konsisten melakukan kritik ke dalam, sebagai upaya perbaikan banyak hal (baca: manajemen, pendidikan, ekonomi, dan amal usaha) sehingga dapat tampil lebih perfect dan self confidence.
Sementara itu, warga Muhammadiyah juga harus berlaku sabar dan adil terhadap warga nahdliyin untuk bebenah diri, jangan senantiasa diolok-olok, dicaci, apalagi dikuyo-kuyo, seperti para elite politik saling menelikung sesama. Perlakuan terhadap Abdurrahman Wahid oleh DPR/ MPR tidak boleh terjadi antara warga Muhammadiyah terhadap NU. Di sinilah, sebenarnya rekonsiliasi dua ormas Islam terbesar di Indonesia telah dimulai dengan sesungguhnya.


* Zuly Qodir, alumnus PP Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta; anggota Muhammadiyah Cabang Banjarnegara; peneliti institut Interfidei DIAN/Interfidei Yogyakart


Bki

B.Sejarah Berdirinya Bimbingan Konseling Di Indonesia
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah.
Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.

Daftar Pustaka
Fakih Ainur Rahim. 2001. Bimingan dan konseling dalam Islam, Jogjakarta;UII Pres
Gunawan Yusuf. 2001. pengantar bimbingan Konseling, Jakarta;Gramedi pustaka utama.

Surya Muhammad,2003. Psikologi Konseling, Bandung;Pustaka Bani Quraisy

Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press
oleh